Bagaimana hukum menukar tanah wakaf dengan tanah lain yang bukan wakaf ?
Penukaran tanah tersebut hukumnya tidak boleh.
وَلاَ يَجُوْزُ اسْتِبْدَالُ الْمَوْقُوْفِ عِنْدَنَا وَإِنْ خَرُبَ [الشرقاوي 2/178].
“Tidak boleh menukar barang wakaf, menurut ulama kita (Syafi’iyah) sekalipun sudah runtuh”. (Al-Syarqawi II/178).MENGAMBIL AIR WAKAFAN
Bagaimana hukumnya mengambil air sumur lingkungan masjid oleh penduduk?
Mengambil air tersebut hukumnya boleh jika memang ada petunjuk yang memperbolehkan, seperti tidak adanya reaksi ulama sekitar.
وَسُئِلَ الْعَلاَّمَةُ الطَّنْبَدَوِيّ عَنِ الْجَوَابِي وَالْجِرَارِ الَّتِيْ عِنْدَ الْمَسَاجِدِ فِيْهَا الْمَاءُ إِذَا لَمْ يُعْلَمْ اَنَّهَا مَوْقُوْفَةٌ لِلشُّرْبِ أَوِ الْوُضُوْءِ أَوِ الْغُسْلِ الْوَاجِبِ أَوِ الْمَسْنُوْنِ أَوْ غَسْلِ النَّجَاسَةِ فَأَجَابَ أَنَّهُ إِذَا دَلَّتْ قَرِيْنَةٌ عَلَى أَنَّ الْمَاءَ مَوْضُوْعٌ لِتَعْمِيْمِ اْلإِنْتِفَاءِ جَازَ جَمِيْعُهُ مَا ذُكِرَ مِنَ الشُّرْبِ وَغَسْلِ النَّجَاسَةِ وَغُسْلِ الْجَنَابَةِ وَغَيْرِهَا وَمِثَالُ الْقَرِيْنَةِ جَرَيَانُ النَّاسِ عَلَى تَعْمِيْمِ اْلإِنْتِفَاءِ مِنْ غَيْرِ نَكِيْرٍ مِنْ فَقِيْهٍ وَغَيْرِهِ إِذِ الظَّاهِرُ مِنْ عَدَمِ النَّكِيْرِ
أَنَّهُمْ أَقْدَمُوْا عَلَى تَعْمِيْمِ اْلإِنْتِفَاءِ بِالْمَاءِ بِغُسْلٍ وَشُرْبٍ وَوُضُوْءٍ وغَسْلِ نَجَاسَةٍ فَمِثْلُ هَذَا إِيْقَاعٌ يُقَالُ بِالْجَوَازِ. وَقَالَ: إِنَّ فَتْوَى الْعَلاَّمَةِ عَبْدِ اللهِ بَا مَحْرَمَةَ يُوَافِقُ مَا ذَكَرَهُ [هامش اعانةالطالبين 3/171-172].
“Al-‘Allamah
al-Thanbadawi pernah ditanya mengenai gentong dan tempayan berisikan
air di beberapa masjid, bila tidak diketahui bahwa air itu diwakafkan
untuk minum, wudlu, mandi wajib, mandi sunat atau mensucikan najis.
Beliau menjawab: jika ada pertanda yang menunjukkan bahwa air tersebut
memang disediakan untuk dipergunakan secara umum maka boleh menggunakan
air tersebut untuk minum, mensucikan najis, mandi janabat dan lain
sebagai-nya. Misal pertanda tersebut adalah kebiasaan masyarakat
menggunakan air tersebut secara umum tanpa adanya penolakan ahli fiqh
serta yang lain. Karena secara lahiriyah, tanpa adanya penolakan itu
menunjukkan bahwa para pewakaf merelakan air tersebut digunakan secara
umum, baik untuk mandi, minum, wudlu dan mensucikan najis. Pertanda
semacam ini adalah kenyataan untuk ditetapkan-nya hukum boleh. Beliau
juga berkata, bahwa fatwa Al-’Allamah Abdullah Bamahramah menyetujui apa
yang telah dikemukakan tadi. (Hamisy I’anah al-Thalibin III/171-172).
0 komentar:
Post a Comment
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOK SAYA, SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR