Perang Uhud terjadi
karena golongan kafir Quraisy mencoba membalas kekalahan mereka dalam Perang
Badr, lalu memancing amarah penduduk Madinah dengan menduduki ladang gandum di
Jabal Uhud. Jabal Uhud (Gunung Uhud) merupakansebuah gunung yang berjarak lebih
kurang tiga mil dari kota Madinah. Tempat ini terkenal sebagai medan peperangan
antara umat Islam dan golongan kafir Quraisy pada tanggal 15 Syawwal 3 H (Maret
625 M) yang kemudian disebut Perang Uhud. Gunung ini merupakan bagian dari
dataran tinggi yang membentang dari utara ke selatan dan menyebar ke timur dan
kemudian membentuk bukit-bukit sendiri. Bukit-bukit itu hampir tidak memiliki
karena merupakan dataran tinggi berbentuk persegi panjang. Daerah di sekitar
dataran ini gersang dan tandus, ditutupi bebatuan dan pasir. Hanya di bagian
selatan terdapat ladang-ladang gandum dan tanah perkebunan yang dialiri selokan
kecil. Akan tetapi, daerah itu terkadang dilanda banjir dari curahan hujan
lebat.
Perang Uhud adalah
antara peristiwa penting pada Syawal. Peristiwa yang berlaku pada 7 Syawal
tahun ketiga hijrah itu dinamakan Uhud karena lokasi peperangan di kawasan
Bukit Uhud. Syawal juga menyaksikan perang parit atau Perang Khandak yang
berlaku pada tahun kelima hijrah apabila Yahudi menghasut kafir Quraisy supaya
bermusuh dengan umat Islam di Madinah.
Di balik peperangan
ini, umat Islam yang baru selesai menjalani tarbiah Ramadan dan marayakan Idul
fitri tidak sedikit pun terkecuali untuk sama-sama mempertahankan kemenangan
dan diri daripada ancaman musuh. Detik awal ghazwah Uhud bermula ketika
penduduk Makkah Quraisy malu besar di atas kekalahan mereka dalam Perang Badar.
Tidak ada pedagang Quraisy yang berani berdagang ke Syria karena bimbang
jika ditangkap orang Islam. Jika keadaan itu berlanjut, kota Makkah akan
diancam bahaya kelaparan dan krisis ekonomi. Oleh karena itu, semua pembesar
Quraisy berunding untuk mendapatkan keputusan mengenai perkara itu. Mereka
memutuskan semua keuntungan perdagangan pada tahun itu akan dipergunakan untuk
membentuk satu angkatan perang yang kuat.
Karena Abu Jahal
meninggal dunia, maka Abu Sufian diangkat menjadi panglima perang untuk
memimpin angkatan 3,000 tentera. Selain itu, ketua pasukan mereka yang
ternama ialah Safwan (anak Umaiyah Khalaf yang menyeksa Bilal) dan Ikrimah
(anak Abu Jahal).
Turut memimpin tentera ialah seorang yang gagah berani iaitu Khalid Ibnul-Walid. Kaum perempuan diketuai Hindun (isteri Abu Sufian). Mereka dikerahkan untuk menghibur dan menguatkan semangat perang anggota tentera. Mereka turut ke medan perang memukul genderang.
Turut memimpin tentera ialah seorang yang gagah berani iaitu Khalid Ibnul-Walid. Kaum perempuan diketuai Hindun (isteri Abu Sufian). Mereka dikerahkan untuk menghibur dan menguatkan semangat perang anggota tentera. Mereka turut ke medan perang memukul genderang.
Karena musuh terlalu
banyak, Nabi Muhammad saw berniat akan bertahan dan menanti musuh dalam kota
Madinah. Tetapi suara terbanyak menyatakan bahwa berdasarkan siasat perang
menghendaki agar musuh diserang di medan perang. Nabi tunduk kepada keputusan
tersebut, sekalipun dalam hatinya berasa kurang tepat. Dalam hal yang tidak ada
wahyu yang turun, Nabi selalu berbincang dengan orang ramai dan keputusan
mereka pasti dijalankan dengan tawakal dengan berserah kepada Allah. Lalu Nabi
masuk ke rumah memakai pakaian besinya dan mengambil pedangnya. Apabila Nabi
keluar, banyak para sahabat yang mengusulkan untuk menyerang tadi, menarik usul
mereka kembali kerana ternyata kepada mereka pendirian Nabi adalah benar.
Tetapi, keputusan itu rupanya tidak dapat diubah lagi, kerana Nabi berkata:
“Tidak, kalau seorang Nabi telah memakai baju perangnya, dia tidak akan
membukanya kembali sebelum perang selesai.”
Tentera Islam hanya 1,000 orang. Semuanya berjalan kaki, hanya dua orang berkuda. Ramai pula antara mereka itu orang tua dan anak di bawah umur.
Sebelum matahari terbenam, mereka bertolak menuju ke Bukit Uhud. Setiba di pinggir kota Madinah, tiba-tiba 600 orang Yahudi, kawan Abdullah Ubay, menyatakan hendak turut bertempur bersama-sama Nabi. Tetapi Nabi sudah tahu maksud mereka yang tidak jujur, maka ditolaknya tawaran itu dengan berkata: “Cukup banyak pertolongan daripada Tuhan.”
Tentera Islam hanya 1,000 orang. Semuanya berjalan kaki, hanya dua orang berkuda. Ramai pula antara mereka itu orang tua dan anak di bawah umur.
Sebelum matahari terbenam, mereka bertolak menuju ke Bukit Uhud. Setiba di pinggir kota Madinah, tiba-tiba 600 orang Yahudi, kawan Abdullah Ubay, menyatakan hendak turut bertempur bersama-sama Nabi. Tetapi Nabi sudah tahu maksud mereka yang tidak jujur, maka ditolaknya tawaran itu dengan berkata: “Cukup banyak pertolongan daripada Tuhan.”
Bersamaan penolakan
ini, Abdullah Ubay malu dan marah, lalu berusaha menakutkan kaum Muslimin, agar
mereka jangan turut berperang. Tiga ratus kaum Muslimin dapat dihasut hingga
kembali pulang ke Madinah. Mereka ini yang dinamakan kaum munafik. Maka
tinggallah Rasulullah dengan 700 orang tentera saja menghadapi musuh yang
jumlahnya empat kali ganda itu. Tanpa diketahui musuh, sampailah kaum
Muslimin di Bukit Uhud pada waktu dinihari. Nabi segera mengatur strategi perang.
Bukit itu digunakan sebagai pelindung dari belakang, sedang dari sebelah kiri,
dilindungi oleh Bukit Ainain. Lima puluh orang diarahkan Rasulullah supaya
menjaga celah bukit dari belakang dengan diketuai Ibnuz-Zubair. Mereka
diperintahkan tidak boleh meninggalkan tempat itu apapun yang akan terjadi.
Tiba-tiba kedengaran sorak gemuruh musuh dari bawah lembah. Mereka sudah
melihat tentera Islam. Mereka bergerak maju, menyerang dengan formasi berbentuk
bulan sabit, dipimpin oleh Khalid Ibnul-Walid sayap kanannya dan Ikrimah Abu
Jahal sayap kirinya.
Seorang musuh meronta
maju sampai tiga kali menentang tentera Islam. Pada kali ketiga, maka
melompatlah Zubair bagaikan harimau ke punggung unta itu. Musuh tadi
dibantingkannya ke tanah, lalu dibedah dadanya oleh Zubair dengan pisau. Abu
Dujanah selepas meminjam pedang Nabi sendiri, lalu menyerbu ke tengah-tengah
musuh yang ramai itu. Pertempuran hebat berlaku dengan dahsyatnya. Arta
pemegang panji musuh gugur di tangan Hamzah. Sibak yang menggantikan Arta
segera berhadapan dengan Zubair. Selepas Sibak tewas menyusul Jubair Mut’im
menghadapi Hamzah, untuk membalas dendam kerana Hamzah dapat menewaskan
pamannya di medan Perang Badar. Jubair takut berhadapan dengan Hamzah. Hanya
diperintahkan hambanya Wahsyi, bangsa Habsyi, dengan perjanjian apabila dapat
menewaskan Hamzah dia akan dimerdekakan.
Dengan menyeludup di
sebalik belukar dari belakang Hamzah dengan menggunakan tombak dia dapat
menikam Hamzah. Hamzah adalah pemegang panji Islam pada waktu syahidnya. Panji
itu segera diambil oleh Mus’ab ‘Umair. Beliau juga tewas di hadapan Nabi
sendiri. Ali tampil menggantikannya. Bagaikan kilat Ali dapat menebas leher
musuhnya yang memegang panji itu.
Setelah peperangan
usai, Abu Sufyan mendaki sebuah bukit dan berteriak: “Apakah Muhammad ada di
antara kalian?!” Namun kaum muslimin tidak menjawabnya. Kemudian dia berteriak
lagi: “Apakah Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakr) ada di antara kalian?!” Tidak juga
dijawab. Akhirnya dia berteriak lagi: “Apakah ‘Umar bin Al-Khaththab ada di antara
kalian?!” Juga tidak dijawab. Dan dia tidak menanyakan siapapun kecuali tiga
orang ini, karena dia dan kaumnya mengerti bahwa mereka bertiga adalah
pilar-pilar Islam. Lalu dia berkata: “Adapun mereka bertiga, kalian sudah
mencukupkan mereka.” Umar tak dapat menahan emosinya untuk tidak menyahut:
“Wahai musuh Allah, sesungguhnya orang-orang yang kau sebut masih hidup! Dan
semoga Allah menyisakan untukmu sesuatu yang menyusahkanmu.” Abu Sufyan
berkata: “Di kalangan yang mati ada perusakan mayat, saya tidak memerintahkan
dan tidak pula menyusahkan saya.” Kemudian dia berkata: “Agungkan Hubal!” Lalu
Nabi berkata: “Mengapa tidak kalian jawab?” Kata para shahabat: “Apa yang
harus kami katakan?” Kata beliau: “Allah Lebih Tinggi dan Lebih Mulia.” Abu
Sufyan berkata lagi: “Kami punya ‘Uzza, sedangkan kalian tidak.” Kata
Rasulullah : “Mengapa tidak kalian balas?”
Kata para shahabat: “Apa yang harus kami katakan?” Katakanlah: “Allah adalah Maula (Pelindung, Pemimpin) kami, sedangkan kalian tidak mempunyai maula satupun.”
Perintah Rasulullah agar mereka membalas ketika Abu Sufyan merasa bangga dengan sesembahan-sesembahan dan kesyirikannya, dalam rangka pengagungan terhadap tauhid sekaligus menunjukkan Keperkasaan dan Kemuliaan Dzat yang diibadahi oleh kaum muslimin.
Kata para shahabat: “Apa yang harus kami katakan?” Katakanlah: “Allah adalah Maula (Pelindung, Pemimpin) kami, sedangkan kalian tidak mempunyai maula satupun.”
Perintah Rasulullah agar mereka membalas ketika Abu Sufyan merasa bangga dengan sesembahan-sesembahan dan kesyirikannya, dalam rangka pengagungan terhadap tauhid sekaligus menunjukkan Keperkasaan dan Kemuliaan Dzat yang diibadahi oleh kaum muslimin.
Kemarahan ‘Umar
mendengar kata-kata Abu Sufyan menunjukkan penghinaan, keberanian,
terang-terangan kepada musuh tentang kekuatan dan keperkasaan mereka bahwa
mereka bukanlah orang yang hina dan lemah.
Dalam perang itu,
pasukan Islam sesuai dengan strategi Nabi Muhammad SAW, mengambil posisi di
atas Jabal Uhud. Tetapi ketika mereka hampir menang, pasukan pemanah terpancing
oleh ghonimah (harta rampasan perang). Mereka pun turun dari bukit dengan
melawan instruksi Nabi SAW. Maka pasukan Quraisy segera merebut posisi di atas
bukit dan dari situ menyerang pasukan Islam sampai menewaskan 70 syuhada.
Hikmah di dalam Peperangan Uhud
1.
Memahamkan kepada kaum muslimin betapa buruknya akibat
kemaksiatan dan mengerjakan apa yang telah dilarang, yaitu ketika barisan pemanah
meninggal pos-pos mereka yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah n agar mereka
berjaga di sana.
2.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa para rasul itu juga menerima ujian
dan cobaan, yang pada akhirnya mendapatkan kemenangan. Sebagaimana dijelaskan
dalam kisah dialog Abu Sufyan dan Hiraqla (Heraklius). Di antara hikmahnya,
apabila mereka senantiasa mendapatkan kemenangan, tentu orang-orang yang tidak
pantas akan masuk ke dalam barisan kaum mukminin sehingga tidak bisa dibedakan
mana yang jujur dan benar, mana yang dusta. Sebaliknya, kalau mereka
terus-menerus kalah, tentulah tidak tercapai tujuan diutusnya mereka. Sehingga
sesuai dengan hikmah-Nya terjadilah dua keadaan ini.
3.
Ditundanya kemenangan pada sebagian pertempuran, adalah sebagai
jalan meruntuhkan kesombongan diri. Maka ketika kaum mukminin diuji lalu mereka
sabar, tersentaklah orang-orang munafikin dalam keadaan ketakutan.
4.
Allah mempersiapkan bagi hamba-Nya yang beriman tempat tinggal
di negeri kemuliaan-Nya yang tidak bisa dicapai oleh amalan mereka. Maka Dia
tetapkan beberapa sebab sebagai ujian dan cobaan agar mereka sampai ke negeri
tersebut.
5.
Bahwasanya syahadah (mati syahid) termasuk kedudukan tertinggi
para wali Allah
6.
Allah menghendaki kehancuran musuh-musuh-Nya maka Dia
tetapkan sebab yang mendukung hal itu, seperti kekufuran, kejahatan dan sikap
mereka melampaui batas dalam menyakiti para wali-Nya. Maka dengan cara itulah
Allah k menghapus dosa kaum mukminin.
7.
Perang Uhud ini seakan-akan persiapan menghadapi wafatnya
Rasulullah . Allah meneguhkan mereka, mencela mereka yang berbalik ke
belakang, baik karena Rasulullah terbunuh atau meninggal dunia.
8.
Hikmah lain adalah adanya pembersihan terhadap apa yang ada di
dalam hati kaum mukminin.
0 komentar:
Post a Comment
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOK SAYA, SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR