Bagaimana hukumnya menyewa pohon untuk diambil buahnya?
Akad
tersebut tidak boleh, karena barang (bukan jasa) tidak bisa dimiliki
dengan akad ijarah, berbeda dengan pendapat Imam Subki yang
memperbolehkannya, namun pendapat ini adalah dla’if.
فَلاَ يَصِحُّ اكْتِرَاءُ بُسْتَانٍ لِثَمْرَتِهِ لأَنَّ اْلأَعْيَانَ لاَ تُمْلَكُ بِعَقْدِ اْلإِجَارَةِ قَصْدًا وَنَقَلَ التَّاجُ السُّبْكِي فِيْ تَوْشِيْخِهِ اخْتِيَارَ وَالِدِهِ التَّقِيّ السُّبْكِيّ فِيْ آخِرِ عُمْرِهِ صِحَّةَ إِجَارَةِ اْلأَشْجَارِ لِثَمْرِهَا. (قَوْلُهُ وَنَقَلَ التَّاجُ السُّبْكِيّ الخ. ضَعِيْفٌ) [هامش إعانة الطالبين 3/114) ]
“Tidak sah menyewa kebun untuk diambil buahnya, karena tidak bisa dimiliki dengan akad tijarah, sewa, sebagai tujuan awalnya. Al-Taj al-Subki dalam sebuah ulasannya menukil pendapat orang tuanya, Al-Taqiy al-Subki, diakhir usianya yang memilih sahnya sewa pohon untuk diambil buahnya.Kalimat ‘Al-Taj al-Subki menukil dst.’ adalah dla’if.” (Hamisy I’anah al-Thalibin III/114).
0 komentar:
Post a Comment
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA BLOK SAYA, SILAHKAN TINGGALKAN KOMENTAR